Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) melaporkan total transaksi aset kripto di Indonesia sepanjang Januari hingga Oktober 2024 mencapai Rp 475,13 triliun. Angka ini mencerminkan peningkatan tajam sebesar 352,89% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai Rp 104,91 triliun. Nilai tersebut juga melampaui total transaksi kripto pada 2022 dan 2023, masing-masing sebesar Rp 306,4 triliun dan Rp 149,3 triliun.
Kepala Bappebti, Kasan, menyebut lonjakan ini menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perdagangan aset digital. “Ini membuktikan bahwa perdagangan aset kripto semakin diminati masyarakat,” ujar Kasan dalam keterangan pers pada Kamis (28/11/2024).
Selain peningkatan transaksi, jumlah pengguna aset kripto juga meningkat signifikan. Hingga Oktober 2024, terdapat 21,63 juta pelanggan terdaftar, dengan 716 ribu di antaranya aktif bertransaksi melalui tujuh platform Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) berlisensi. Aset kripto paling populer sepanjang Oktober 2024 meliputi Tether (USDT), Ethereum (ETH), Bitcoin (BTC), Pepe (PEPE), dan Solana (SOL).
Penerimaan negara dari pajak transaksi kripto juga mencatatkan angka signifikan. Sejak 2022 hingga Oktober 2024, pajak dari sektor ini mencapai Rp 942,88 miliar. Kasan optimistis bahwa peningkatan transaksi dan jumlah pengguna akan menguatkan posisi Indonesia sebagai salah satu pasar kripto terbesar di dunia.
Sementara itu, Chief Marketing Officer Tokocrypto, Wan Iqbal, menyoroti faktor global yang turut mendorong sentimen positif di pasar kripto. Ia menyebut, kondisi makroekonomi yang mendukung, seperti penurunan suku bunga The Fed di AS dan pelonggaran ekonomi di China, berkontribusi pada stabilitas dan optimisme pasar.